Seorang pria bernama HidesaburÅ Ueno mengajar di Universitas Imperial di Tokyo pada tahun 1920an. Setiap sore, ia pulang dengan kereta jam 3 sore dan melihat anjingnya, Hachiko, sedang menunggunya. Suatu hari, Profesor Ueno terkena serangan stroke saat mengajar dan akhirnya meninggal dunia. Ketika kereta sore itu tiba tanpa beliau, Hachiko sempat bertahan menunggu sebelum akhirnya kembali ke rumah. Namun, keesokan harinya anjing itu kembali pada jam 3 sore, lalu kembali esok harinya, dan juga hari berikutnya, demikian terus sampai 10 tahun. Kesetiaan Hachiko menyentuh hati banyak orang, hingga mereka memutuskan untuk datang dan duduk bersamanya.
Joan meradang saat melihat foto yang diunggah Susan di media sosial. Dalam foto itu tampak 10 orang teman gerejanya sedang bersenang-senang di sebuah restoran. Untuk kedua kalinya bulan ini, mereka pergi tanpa mengajak Joan. Ia mengusap air matanya. Joan memang tidak mudah bergaul, tetapi tetap saja ia terluka. Ia juga merasa janggal karena beribadah bersama orang-orang yang mengabaikannya!
Mark adalah seorang pendeta muda dengan masa depan yang menjanjikan. Namun, suatu pagi, putranya yang bernama Owen mendadak pingsan dan meninggal dunia saat bermain bola bersamanya. Hati Mark hancur dan terus berduka atas kepergian putranya. Akan tetapi, melalui penderitaannya, ia bertumbuh menjadi hamba Tuhan yang lebih berbelas kasih. Saya turut berduka bersama Mark, sekaligus bertanya-tanya apakah ujian yang dihadapinya menggambarkan pandangan A. W. Tozer yang menyatakan, “Allah baru akan memberkati seseorang dengan luar biasa ketika Dia sudah menyakitinya dengan begitu mendalam.” Saya pikir ucapannya benar.
Suatu kali, saya sangat menikmati akhir pekan saya di New Orleans—menonton pawai di French Quarter, mengunjungi Museum Perang Dunia II, dan mencicipi tiram bakar. Namun, saat berbaring dalam kamar tamu di rumah seorang teman, saya merindukan istri dan anak-anak saya. Saya senang mendapat kesempatan untuk berkhotbah di kota-kota lain, tetapi sesungguhnya yang paling saya nikmati adalah berdiam di rumah.
Dominique Bouhours adalah seorang ahli tata bahasa dari abad ke-17. Menjelang ajalnya, konon ia berkata kepada keluarganya, “Sebentar lagi aku akan mati, atau aku akan segera mati—kedua ungkapan ini sama-sama benar.” Adakah yang peduli dengan tata bahasa dalam keadaannya yang sekarat? Hanya orang yang menggeluti tata bahasa seumur hidupnya.
Bob Salem memegang rekor sebagai orang yang paling cepat mendorong kacang ke puncak Gunung Pike dengan hidungnya—atau tepatnya, dengan sendok yang dipasang di wajahnya. Ia berhasil menyelesaikan usaha itu dalam tujuh hari, dengan beraksi pada malam hari agar tidak terganggu oleh para turis. Bob adalah orang keempat yang menuntaskan aksi itu, dan ini berarti ada tiga orang lain yang juga sudah melakukannya dengan sangat sabar.
Jon dilantik sebagai guru besar di sebuah perguruan tinggi bergengsi. Kakak laki-lakinya, David, merasa senang, tetapi seperti saudara laki-laki kebanyakan, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggoda Jon. David mengingatkan Jon bagaimana ia pernah bergulat dan mengalahkan si adik sewaktu mereka masih kecil. Jon sudah mencapai banyak keberhasilan dalam hidup, tetapi ia akan selalu menjadi adik laki-laki David.
Aktris Sally Field dapat merasakan apa yang kita semua rindukan. Ketika meraih piala Oscar keduanya pada tahun 1985, ia berseru dalam pidatonya: “Lebih dari apa pun juga, saya mendambakan penghargaan dari kalian semua. Pertama kalinya saya menang, saya tidak merasakannya. Sekarang saya merasakannya. Dan saya tidak dapat menyangkali bahwa kalian semua menyukai saya, sekarang kalian semua menyukai saya!”
Beberapa menit setelah Presiden AS Harry Truman mengumumkan berakhirnya Perang Dunia II, telepon berdering di sebuah rumah kecil berdinding papan di Grandview, Missouri. Seorang wanita berusia 92 tahun mohon diri kepada tamunya untuk mengangkat telepon. Sang tamu mendengar wanita tua itu kemudian berkata, “Halo. . . . Ya, aku baik-baik saja. Aku sedang mendengarkan radio . . . Kalau sempat, datanglah ke rumah . . . Sampai jumpa.” Wanita tua itu kembali menemui tamunya. “[Anakku] Harry menelepon. Harry anak yang baik . . . Aku tahu ia pasti akan menelepon. Ia selalu meneleponku setiap kali sebuah peristiwa berakhir.”